Biologi Fisika (Mekanisme Energi yang Mempengaruhi Terjadinya Suhu Daun)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia adalah mahluk
yang paling sempurna di muka bumi ini. Manusia memiliki akal,pikiran,
dan kehendak yang tidak dimiliki oleh mahluk hidup lainnya di muka bumi
ini. Untuk dapat bertahan hidup, manusia harus memenuhi kebutuhan dasar
seperti, makan, minum, bernafas, dan bereproduksi. Dalam memenuhi
kebutuhan tersebut, manusia perlu berinteraksi dengan lingkungannya.
Salah satu kebutuhan vital manusia yaitu bernafas. Manusia bernafas
dengan oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan.
Untuk menghasilkan
oksigen, tumbuhan harus melaksanakan proses fotosintesis. Dalam proses
fotosintesis, yang dibutuhkan oleh tumbuhan yaitu karbondioksida dan air
dengan bantuan sinar matahari dan klorofil..Tumbuhan memiliki peran
penting guna kelangsungan hidup manusia. Dalam hidupnya, tumbuhan
mengalami pertukaran energi dengan lingkungannya Tentunya terdapat
berbagai mekanisme pertukaran energi yang mempengaruhi terjadinya suhu
daun. Untuk itu, penulis mengangkat topik ini sebagai bahan pembuatan
makalah biofisik karena ini terkait dengan fisiologi tumbuhan pada
cabang ilmu biologi dan prinsip- prisnsip perpindahan panas pada cabang
ilmu fisika.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat penulis ambil dari latar belakang masalah di atas adalah
1.2.1 Bagaimana mekanisme pertukaran energi yang mempengaruhi terjadinya suhu daun?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang dapat penulis ambil dari rumusan masalah di atas adalah
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pertukaran energi yang mempengaruhi terjadinya suhu daun.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mekanisme Pertukaran Energi Yang Mempengaruhi Terjadinya Suhu Daun
Transpirasi
mendinginkan daun, pengembunan uap air atau es pada daun (berupa embun
atau titik- itik es) melepaskan panas (kalor) laten pengembunan air ke
daun dan lingkungannya. Radiasi yang datang akan memanaskan daun, tetapi
daun memancarkan energi ke lingkungannya. Jika suhu daun berbeda dari
suhu udara, akan terjadi pertukaran panas (kalor), mula- mula secara
rambatan (yakni: energi molekul di permukaan daun bertukar dengan energi
molekul udara yang bersinggungan) dan kemudian secara konveksi (yaitu:
sejumlah udara yang dipanaskan akan memuai menjadi lebih ringan,
kemudian naik dan turun lagi bila mendingin). Dalam pembahasan
selanjutnya, gabungan antara rambatan dan konveksi disebut sebagai
konveksi saja.
Jika suhu daun berubah,
keadaan yang memang lazim terjadi, daun akan menyimpan atau melepaskan
panas (kalor). Jika sehelai daun tipis menyimpan panas (kalor) dalam
jumlah tertentu, suhunya akan naik dengan cepat; jumlah panas (kalor)
yang sama yang disimpan dalam kaktus hanya sedikit saja yang menaikkan
suhunya, namun kaktus tetap panas lebih lama. Untuk mudahnya, hanya akan
diambil contoh daun yang berada dalam kesetimbangan dengan
lingkungannya; artinya, pada suhu konstan. Sekitar 1 sampai 2% cahaya
diubah menjadi energi kimia melalui fotosintesis, dan jumlah yang kecil
itu dapat diabaikan. Energi yang dihasilkan dari respirasi dan proses
metabolik lainnya juga dapat diabaikan karena terlalu kecil. Pada
keadaan tetap, ada tiga mekanisme pertukaran energi yang mempengaruhi terjadinya suhu daun, yaitu radiasi, konveksi, dan transpirasi.
A) RADIASI
Secara
umum,radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda yang
bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu
terpisah di dalam ruang, bahkan bila terdapat ruang hampa di antara
benda-benda tersebut. Istilah ‘radiasi” pada umumnya dipergunakan untuk
segala jenis hal ikhwal gelombang elektromagnetik. Tetapi dalam ilmu
perpindahan panas kita hanya perlu memperhatikan hal ikhwal yang
diakibatkan oleh suhu dan yang dapat mengangkut energi melalui medium
yang tembus cahaya atau melalui ruang. Energi yang berpindah dengan cara
ini diistilahkan panas radiasi.
Dilihat
dari suhu daun, radiasi netolah yang penting. Radiasi neto adalah
perbedaan antara radiasi yang diserap oleh suatu benda dan yang
dipancarkannya.Persamaan neraca panas (kalor) untuk permukaan daun
(semua nilai dapat dinyatakan dalam watt per meter persegi:W m-2):
Q + H + V + B + M = 0
Keterangan:
Q = radiasi neto ( positif bila daun melepaskan energi kurang dari radiasi yang diserap dari sekitarnya).
H
= perpindahan energi panas (kalor) yang peka (termasuk rambatan dan
konveksi; positif biola daun memperoleh energi panas (kalor) lebih besar
daripada yang hilang).
V = fluks energi panas (kalor) laten; istilah dalam transpirasi (negatif saat air menguap;positif saat mengembun atau membeku).
B = penyimpanan energi panas (kalor) (positif saat suhu daun naik).
M = metabolisme dan faktor lainnya (positif saat panas (kalor) dihasilkan).
Pada suhu daun yang tetap dan metabolisme diabaikan:
Q + H + V = 0
Fluks energi radiasi yang diserap permukaan daun (Qabs, W m-2)
Qabs= eQv + e’Qth
Dengan:
eQv = jumlah radiasi yang diserap di bagian yang berfotosintesis secara aktif (W m-2)
e’Qth = jumlah radiasi (panas) yang diserap di luar bagian yang berfotosintesis secara aktif (W m-2)
e dan e’ = daya pancar (daya serap) daun dalam kedua daerah spektrum (tanpa satuan)
Radiasi neto di permukaan daun (Q;W m-2):
Energi yang dipancarkan oleh daun dikurangkan dari energi radiasi yang diserap (Qabs):
Q = Qabs + e’δT4
Dengan :
e’
= daya pancar atau daya serap daun untuk radiasi gelombang panjang
(termal); lazimnya kira-kira 0,95 untuk daun hidup, pada suhu normal.
δ = konstatnta Stefan-Boltzman
(5,670 x 10-8 W.m-2 K-4)
T = suhu mutlak
Sering persamaan di atas dituliskan sebagai berikut
Q = Is – rIs + Lenv - e’δT4
Dengan :
Is = radiasi matahari yang diterima di permukaan daun (W.m-2)
r = koefisien pemantulan oleh permukaan daun (dalam pecahan desimal)
Lenv = radiasi gelombang panjang dari lingkungan di permukaan (W.m-2)
Daun
menyerap radiasi tampak (cahaya) dan radiasi tak tampak (infra- merah)
dari lingkungan sekitar dan memancarkan energi infra- merah. Jika daun
menyerap energi radiasi lebih banyak daripada yang dipancarkannya, maka
kelebihannya harus dibuang dengan cara konveksi atau melalui
transpirasi, atau melalui kedua cara tersebut (bila tidak, suhu akan
naik). Pada malam hari, daun sering memancarkan energi lebih banyak
daripada yang diserapnya. Apabila suhu daun di bawah suhu udara, daun
akan menyerap panas (kalor) dari udara dan mungkin dari air embun atau
titik es di permukaannya. Ada tiga hal penting yang perlu diingat saat
membahas radiasi neto dari sehelai daun:panjang gelombang yang diserap,
seluruh spektrum radiasi yang dating, dan jumlah energi yang dipancarkan
oleh daun.
Pertama adalah spektrum
penyerapan oleh daun. Dari energi yang datang ke daun, sebagaian akan
diteruskan, sebagaian dipantulkan, dan sebagian lagi diserap. Energi
yang diserap bergantung pada spektrumnya. Daun yang disinari cahaya
putih akan menyerap sebagian besar panjang gelombang biru dan merah,
serta hijau. Tetapi, sinar hijau lebih banyak dipantulkan dan
diteruskan, sehingga daun tampak berwarna hijau. Daun menyerap sedikit
sekali bagian spektrum infra- merah dekat; spektrum itu lebih banyak
diteruskan atau dipantulkan. Gambar 4.14 pada halaman 9 memperlihatkan
spektrum penyerapan daun secara kuantitatif.
Kedua, sumber radiasi
sangat beragam. Matahari dan filament lampu pijar memancarkan cahaya
(bagian tampak dari spektrum elektromagnetik), karena suhu tinggi yang
dipunyainya. Semakin tinggi suhu; puncak spektrum pancaran semakin
bergeser ke arah biru, ini sesui dengn konsep Hukum Wien; persamaan yang menghubungkan keluaran spektrum
(mutu spektrum) dengan suhu benda yangt disinari. Puncak energi cahaya
yang dipancarkan (λmaks) bergeser menuju panjang gelombang lebih pendek
bila suhu meningkat. Puncak ini dikalikan dengan suhu mutlak (T) sumber
cahaya sama dengan suatu konstanta. Konstanta pergeseran Wien (w = 2897 μm.K) : λmaks T = w. Hukum Wien diterapkan pada rentang suhu yang lebar seperti ditunjukkan pada gambar B.4 di bawah.
Gamabar
B.4 di atas menyatakan; spektrum pancar benda hitam dibandingkan dengan
rentang yang luas dari berbagai energi pancar dan panjang gelombang.
Spektrum itu dimiliki oleh semua radiator benda hitam sempurna.
Perhatikan pergeseran puncak menuju panjang gelombang yang lebih panjang
(hukum wien), mendatar kurva, dan menurunkan energi total (hukum stefan
boltzman) dengan menurunnya suhu.
Suhu permukaan matahari
jauh lebih tinggi daripada suhu filament pijar pada bola lampu, dan
karena itu sinar matahari lebih kaya akan panjang gelombang biru dan
hijau daripada sinar lampu pijar.
Radiasi matahari
berubah lebih lanjut ketika melewati atmosfer. Sinar ultra- ungu banyak
yang hilang, dan energi radiasi beberapa panjang gelombang dalam
bagian merah jauh(lebih panjang dari 700nm, namun tampak) dan infra-
merah diserap oleh atmosfer. Sebagian besar sinar ultra- ungu itu
diserap oleh ozon di atmosfer bagian atas, dan pita infra- merah diserap
terutama oleh air dan karbondioksida.
Kini, banyak tumbuhan
yang dipakai dalam penelitian fisiologi ditanam di bawah sumber cahaya
buatan, misalnya lampu neon, lampu pijar, dan lampu pelepasan
berintensitas tinggi (HID) seperti lampu uap raksa, lampu natrium
bertekanan rendah dan bertekanan tinggi, serta lampu halide logam.
Masing- masing mempunyai spectrum(lihat gambar B.3) pancaran sendiri-
sendiri yang diserap dengan cara berlainan pula oleh tumbuhan.
Semua benda pada suhu di atas nol mutlak memancarkan radiasi karena
benda pada suhu biasa memancarkan sebagian besar infra- merah jauh,
maka tumbuhan menerima radiasi ini dari seluruh lingkungannya, termasuk
dari molekul udara. Jumlahnya dapat diukur (misalnya, 50%) dari radiasi
total lingkungan.
Radiasi
yang diserap tumbuhan ditentukan oleh spektrum serapan daun dan
spektrum radiasi yang menyinari tumbuhan tersebut. Jadi. Persentase
actual radiasi yang diserap amat beragam (karena spektrum pancaran dan
spektrum serapan juga beragam), tetapi kira- kira sebesar 44 sampai 88%
diserap pada keadaan biasa. Penyerapan itu besar bila tumbuhan disinari
cahaya neon, karena daun menyerap dengan kuat sebagian besar panjang
gelombang yang dipancarkan oleh tabung neon (cahaya tampak). Penyerapan
banyak berkurang bila tumbuhan disinari lampu pijar dengan total energi
setara, karena cahayanya kaya akan bagian spektrum infra- merah dekat
yang memang diserap paling sedikit oleh tumbuhan.
Ketiga,
tumbuhan dan semua benda lain memancarkan energi radiasi pada bagian
spektrum infra merah jauh. Jumlah energi yang dipancarkan dapat dihitung
dengan menggunakan Hukum Stefan- Boltzmann. Hukun ini
menyatakan bahwa semua benda dengan suhu di atas nol mutlak memancarkan
energi cahaya (radiasi panas),jumlah energi (Q) yang dipancarkan
merupakan fungsi dari daya keempat dari suhu Kelvin (mutlak) dari
permukaan pemancar, menurut Hukum Stefan Boltzmann:
Q = eδT4
dengan: Q = jumlah energi yang dipancarkan
(dalam Joule atau kalori, menggunakan δ seperti di bawah)
e = daya pancar (sekitar 0,98 untuk daun pada suhu pertumbuhan)
δ = konstatnta Stefan-Boltzman
(5,670 x 10-8 W.m-2 K-4, atau 8,132 x 10-11 cal cm-2 min-1 K-4)
T = suhu mutlak dalam K (oC +273)
Jadi,
karena suhu daun naik jika terkena cahaya matahari, energi radiasi yang
dipancarkannya meningkat pula. Walaupun pada skala suhu Kelvin rentang
suhu normal bagi tumbuhan (dari sekitar 173 K sampai 310 K) tidak
terlalu besar, energi yang dipancarkan pada rentang ini beragam sekitar
50%, yang bias sangat berpengaruh. Bahkan bila tumbuhan disinari
matahari dan mendapatkan pula radiasi infra- merah jauh dari
lingkungannya (misalnya, dari atmosfer, awan pepohonan, batu karang,
atau tanah), energi radiasi yang dipancarkan daunnya biasanya lebih dari 50% bagian yang diserap, dan dapat mencapai 80% atau lebih.
B) KONVEKSI
Secara umum,konveksi
adalah proses tansport energi dengan kerja gabungan dari konduksi panas,
penyimpanan energi dan gerakan mencampur.atau dengan kata lain,
konveksi adalah proses di mana kalor ditransfer dengan pergerakan
molekul dari satu tempat ke tempat yang lain. Konveksi sangat penting
sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan
cairan atau gas. Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu
permukaan yang suhunya di atas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam
beberapa tahap.
Pertama, panas akan mengalir dengan cara konduksi
dari permukaan ke partikel- partikel fluida yang berbatasan. Energi
yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam
partikel-partikel fluida ini. Kemudian partikel-partikel fluida
tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam
fluida di mana mereka akan bercampur dengan , dan memindahkan sebagian
energinya kepada, partikel-partikel fluida lainnya. Dalam hal ini
alirannya adalah aliran fluida maupun energi. Energi sebenarnya disimpan
di dalam partikel-partikel fluida dan diangkut sebagai akibat gerakan
massa partikel-partikel tersebut. Mekanisme ini untuk operasinya tidak
tergantung hanya pada beda suhu dan oleh karena itu tidak secara tepat
memenuhi definisi perpindahan panas. Tetapi hasil bersihynya adalah
angkutan energi, dan karena terjadinya dalam arah gradien suhu, maka
juga digolongkan sebagai suatu cara perpindahan panas dan ditunjuki
dengan sebutan aliran panas dengan cara konveksi.
Panas (kalor) dirambat-
konveksikan dari daun ke atmosfer dalam responnya terhadap perbedaan
suhu antara daun dan atmosfer. Jika radiasi yang datang menyebabkan daun
lebih panas, panas (kalor) akan berpindah dari daun ke atmosfer.
Selisih suhu merupakan daya penggerak; semakin besar selisihnya, daya
penggerak bagi konveksi semakin besar pula.
Dengan selisih suhu
tertentu, laju perpindahan panas (kalor) secara konveksi berbanding
terbalik dengan hambatan terhadap konveksi. Dengan perpindahan panas
(kalor) secara konveksi, aliran panas (kalor) berbanding lurus dengan
selisih suhu antara daun dan atmosfer, serta berbanding terbalik dengan
hambatan terhadapa aliran panas (kalor) yang dihadapinya di atmosfer.
Besarnya hambatan
terhadap perpindahan panas (kalor) secara konveksi dinyatakan oleh
ketebalan lapisan batas (disebut juga lapisan tak- terkacaukan). Lapisan
batas merupakan daerah perpindahan zalir (gas atau zat cair) yang
bersinggungan dengan suatu benda (dalam hal ini daun); di situ suhu,
kerapatan uap, atau kecepatan zalir dipengaruhi oleh benda tersebut
(lihat gambar 4.15 di bawah)Pada selisih suhu tertentu antara daun dan
udara di luar lapisan batas (daya penggerak tertentu), perpindahan panas
(kalor) secara konveksi berlangsung lebih cepat bila lapisan batas itu
tipis (gradien suhu tajam), dan lebih lambat bila lapisan tersebut lebih
tebal (gradien kurang tajam).
Pada umumnya,
terdapat pergerakan udara di sekitar daun: Semakin cepat pergerakan
udara, lapisan batas semakin tipis. Lapisan batas paling tipis terdapat
di bagian tepi daun terdepan ( tepi yang menghadap arah datangnya
angina). Jika permukaan daun sejajar dengan arah pergerakan angina,
lapisan batas menebal mulai dari tepi terdepan menuju ke tepi belakang
daun. Dedaunan kecil, terutama daun jarum conifer, memiliki lapisan
batas paling tipis dan paling terpengaruhi oleh konveksi. Dedaunan
lebar, seperti daun palem kipas gurun pasir, mempunyai lapisan batas
paling tebal.
Dapat dirangkumkan
bahwa lapisan batas paling tipis dan mempunyai hambatan paling kecil
untuk perpindahan panas (kalor) secara konveksi terjadi pada daun yang
kecil, dan di situ kecepatan angin tinggi. Perpindahanpanas (kalor)
secara konveksi paling efisien terjadi pada keadaan: dedaunan kecil
mempunyai suhu lebih mendekati suhu udara daripada dedaunan yang lebar,
khususnya bila ada angin.
C)TRANSPIRASI
Dalam beberapa hal,
transpirasi mirip sekali dengan perpindahan panas (kalor) secara
konveksi. Daya penggerak bagi transpirasi adalah gradien kerapatan uap
air dari dalam daun ke atmosfer di luar lapisan batas. Hambatannya
sebagian adalah hambatan lapisan batas. Sampai di sini, konveksi dan
transpirasi sama, tapi terdapat hambatan tambahan yang lebih besar untuk
transpirasi, yaitu stomata. JJka stomata tertutup atau hamper tertutup,
hambatan sagat tinggi; jika terbuka, hambatan cukup rendah. Ada lagi
hambatan lain selain pada daun selain hambatan stomata, tapi biasanya
hamper konstan. Hambatan kutikula terhadap lalu lalangnya air bergantung
pada kelembapan atmosfer, suhu, dan barangkali cahaya atu beberapa
factor lain. Karena hambatan ini selalu cukup tinggi, maka jarang
diperhitungkan. Hal yang penting untuk diingat ialah bahwa hambatan daun
selalu ada artinya daun bukan semata- mata seperti sehelai kertas
basah. Dan hambatan daun terhadap transpirasi dapat sangat beragam
karena berbagi faktor lingkungan yang mempengaruhi bukan stomata.
Selain
ketebalan lapisan batas, gradien kerapatan uap ditentukan oleh dua
faktor, yakni kelembapan mutlak dan suhu daun. Biasanya, dianggap bahwa
RH(Kelembapan Nisbi yaitu jumlah uap air di udara pada suhu tertentu
dibandingkan dengan jumlah uap air yang dapat dipegang oleh udara pada
suhu tersebut) di ruang bagian dalam daun mendekati 100%.
Sebenarnya agak kurang, sebab pada kesetimbangan, potensial air atmosfer
daun bagian dalam sama dengan potensial air di permukaan daun yang
menguapkan air; biasanya besarnya -0,05 sampai -3,0 Mpa, karena dalam
keadaan setimbang dengan potensial air jaringan. (jika kesetimbangan
tidak tercapai, potensial air atmosfer daun akan lebih rendah). Walupun
demikian, potensial air daun bagian dalam setara dengan RH
kira- kira 98%. RH tinggi seperti itu jarang terjadi di atmosfer di
luar lapisan batas; oleh karena itu, sekalipun daun berada pada suhu
yang sama benar dengan atmosfer di luar lapisan batas, umumnya kerapatan
uap di dalam daun lebih tinggi.
Gradien
suhu dapat mempertajam gradien kerapatan uap, karena kerapatan uap(cara
unutk menyatakan konsentrasi air dalam bentuk uap) maksimum udara
sangat dipengaruhi oleh suhu (lihat gambar 3.8 di bawah ini ).
Udara hangat dapat membawa air lebih lebih banyak daripada udara dingin. Suatu pengujian memperlihatkan bahwa suhu udara 20°C dan kelembapan atmosfer 10% menimbulkan selisih kerapata uap sebesar kira- kira 9,8 gm-3 antara daun dan udara, jika berada dalam suhu yang sama dan jika atmosfer di dalam daun mendekati Rh 100%. (Pada 20° C, tekanan uap jenuh sebesar 10,9 gm-3, dan 10%nya adalah 1,1gm-3). Namun, jika daun berada pada 30°C dan kelembapan atmosfer sebesar 90% (pada 20°C), masih ada selisih kerapatan uap sebesar 10,5 gm-3. Pada 30°C, kerapata uap sebesar 20,3 gm-3; 90% dari 10,9 gm-3 adalh 9,8 gm-3, yang bila dikurangkan dari 20,3 gm-3 menghasilkan gradien sebesar 10,5 gm-3).
Jadi, jika daun lebih panas daripada udara (kejadian yang lazim bila
ada sinar matahari), Transpirasi ke atmosfer dengan RH 100% bisa saja
terjadi. Karena uap menuju luar lapisan batas, uap tersebut akan
mengembun membentuk tetesan kecil- kecil seperti kabut, mirip dengan
keadaan hutan yang mendapat sinar matahari setelah hujan lebat. Tapi,
kejadian ini tidak berakibat apa- apa pada tumbuhan yang telah
kehilangan air.Ingatlah bahwa biasanya sumber energi (daya penggerak)
bagi transpirasi adalah radiasi yang diterima.Transpirasi memberikan
manfaat yaitu sambil mengangkut mineral, memprthankan turgiditas
optimum, dan tentu saja menghilangkan sejumlah besar panas (kalor) dari
daun.
Tabel
4.1 Gradien kerapatan uap antara daun dan atmosfer ketika suhu daun dan
suhu udara sama atau berbeda, dan ketika kelembapan atmosfer berlainan.
Keadaan
|
Daun
|
Udara di luar lapisan batas
|
Selisih
|
Suhu
Kelembapan
nisbi
Kerapatan uap
|
20°C
Hampir 100%
10,9 gm-3
|
20°C
10%
1,1 gm-3
|
Nol
Hampir 90%
9,8 gm-3
|
Suhu
Kelembapan
nisbi
Kerapatan uap
|
30°C
Hampir 100%
20,3 gm-3
|
20°C
90%
9,8 gm-3
|
10°C
Hampir 10%
10,5 gm-3
|
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan antara lain:
3.1.1 Mekanisme pertukaran energi yang mempengaruhi terjadinya suhu daun yaitu radisai, konveksi, dan transpirasi.
3.1.2
Pada mekanisme radiasi yang mempengaruhi terjadinya suhu daun, radiasi
netolah yang penting. Jika daun menyerap energi radiasi yang lebih
banyak daripada yang dipancarkannya, maka kelebihannya harus dibuang
dengan cara konveksi atau transpirasi, atau melalui keduia cara tersebut
(bila tidak suhu akan naik).
3.1.3
Ada tiga hal yang penting yang perlu diperhatikan pada radiasi neto
dari sehelai daun yaitu panjang gelombang yang diserap, seluruh spektrum
radiasi yang datang, dan jumlah energi yang dipancarkan oleh daun.
3.1.4
Dapat dirangkumkan bahwa lapisan batas paling tipis dan mempunyai
hambatan paling kecil untuk perpindahan panas (kalor) secara konveksi
terjadi pada daun yang kecil dan di situ terdapat kecepatan angin
tinggi. Perpindahan panas (kalor) secara konveksi paling efisien terjadi
di sini. Maka, dedaunan kecil mempunyai suhu lebih mendekati suhu udara
daripada dedaunan yang lebar, khususnya bila terdapat angin.
3.1.5
Konveksi dan transpirasi hampir sama,hanya saja terdapat hambatan
tambahan yang lebih besar untuk transpirasi, yaitu stomata.
3.2 Saran- saran
Adapun saran-saran yang penulis dapat berikan yaitu:
3.2.1 Diharapkan pembaca dapat memahami makalah ini sehingga dapat menambah wawasan yang berkaitan dengan fisiologi tumbuhan dan perpindahan panas.
3.2.2 Penulis mengharapkan masukan dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Frank,Kreith.1991.PRINSIP-PRINSIP PERPINDAHAN PANAS EDISI KETIGA.Jakarta:Erlangga.
Salisbury,Frank B. dan Ross Cleon W.1995.FISIOLOGI TUMBUHAN JILID 1.Bandung:ITB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar